AKUNTANSI
DALAM PANDANGAN ISLAM
OLEH
DEI YUDHI PRATAMA
26123187
AKUTANSI SYARIAH
IAIN SUMATRA UTARA
MEDAN
Tahun
Ajaran 2012/2013
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb.
Puja dan puji syukur saya panjatkan
kepada Allah SWT, karena atas kehendak-Nya saya dapat menyelesaikan paper Agama
Islam ini dengan tepat waktu. Merupakan suatu kebanggaan dan kebahagiaan bagi
saya karena dapat menyelesaikan paper ini dengan berbagai ragam masalah dan
rintangan yang ada. Berbekal semangat dan kemudahan yang saya dapatkan
khususnya dalam menemukan dan mengumpulkan bahan dari berbagai macam sumber,
maka akhirnya paper ini dapat saya tuntaskan.
Pada kesempatan ini saya tidak lupa
mengucapka terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua
pihak yang telah memberikan dukungan, baik moril maupun materil.
Saya sangat menyadari bahwa masih
banyak hal yang dapat disempurnakan dari apa yang tersaji dalam paper ini. Oleh
karena nya, saya membuka diri untuk menerima kritik, saran dan masukan.
Akhirnya saya berharap semoga paper ini dapat memberikan manfaat kepada kita
semua, terutama dalam memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan.
Terima Kasih
Wassalamualaikum wr. wb.
Medan, Oktober 2012
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR
…………………………………………… i
DAFTAR
ISI…………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN
- Latar Belakang …………………………………………… 1
- Rumusan Masalah ………………..………………………. 2
- Tujuan Penulisan …………….…………………………… 2
- Manfaat ………………..………………………………….. 3
- Teknik Analisis ……..…………………………………….. 3
BAB II PEMBAHASAN
- Sejarah Akuntansi dalam Islam ….….……………………. 4
- Akuntansi dalam Pandangan Islam .....……………………. 8
- Konsepsi Pelaporan Keuangan …….…..………………….. 9
- Prinsip-prinsip Akuntansi ...………………………………. 12
BAB III PENUTUP
- Kesimpul……………………….………………………….. 18
- Saran …………………………..………………………….. 18
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Akuntansi ialah suatu seni
pencatatan, pengelompokkan dan pengikhtisaran menurut cara-cara tertentu dan
dinyatakan dalam satuan uang atas segala transaksi dan kejadian dan kemudian
dilakukan penafsiran terhadap hasil ikhtisar tersebut. Sehingga dapat berguna
bagi orang yang membutuhkannya dalam penilaian dan pengambilan keputusan.
Akuntansi dalam Islam dapat kita
lihat dari berbagai bukti sejarah maupun dari Al-Qur’an. Dalam Surat Al-Baqarah
ayat 282 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan hendaklah seorang
penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis
enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia
menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan apa yang ditulis
itu, dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia
mengurangi sedikitpun daripada utangnya. Jika yang berhutang itu orang
yang lemah akal atau lemah keadaannya atau dia sendiri tidak mampu
mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakan dengan jujur dan
seterusnya. Jadi dalam surat ini dibahas masalah muamalah. Termasuk di
dalamnya kegiatan jual-beli, utang-piutang dan sewa-menyewa. Dari situ dapat
kita simpulkan bahwa dalam Islam telah ada perintah untuk melakukan sistem
pencatatan yang tekanan utamanya adalah untuk tujuan kebenaran, kepastian,
keterbukaan, dan keadilan antara kedua pihak yang memiliki hubungan muamalah.
Yang dalam bahasa akuntansi lebih dikenal dengan istilah accountability.
Adapun tujuan yang ingin dicapai
dalam akuntansi berdasarkan perspektif Islam adalah dalam rangka menyajikan
laporan keuangan secara benar dan sesuai dengan syariat Islam, sehingga
diperoleh informasi yang akurat dan dapat digunakan sebagai dasar perhitungan
zakat. Selain itu akuntansi merupakan suatu bukti tertulis yang
dapat dipertanggug jawabkan dikemudian hari.
B.
Rumusan Masalah
- Mengetahui bagaimana pandangan Islam terhadap akuntansi?
- Mengetahui prinsip akuntansi syariah
- Mengetahui akuntansi dalam perspektif Islam
- Nilai-nilai kebenaran membentuk akuntansi syariah
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan paper ini
adalah untuk menemukan jawaban terhadap permasalahan yang ada, dan untuk
mengetahui bagaimana pandangan Islam terhadap akuntansi.
D.
Manfaat
1. Meningkatkan wawasan dan
pengetahuan tentang pengaruh Islam terhadap akuntansi
2. Sebagai bahan bacaan dan acuan
bagi diri sendiri serta teman-teman mahasiswa di semua jurusan.
E.
Teknik Analisis
Teknik analisis yang digunakan
adalah analisis deskriptif yaitu suatu teknik analisis yang memberikan
keterangan berupa uraian dalam menganalisa data serta membandingkannya dengan
referensi yang ditemukan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Akuntansi
dalam Islam
Dalam “Sejarah Islam”
ditemukan bahwa setelah munculnya Islam di Semenanjung Arab di bawah pimpinan
Rasulullah SAW dan terbentuknya Daulah Islamiah di Madinah yang kemudian di
lanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin terdapat undang-undang akuntansi yang
diterapkan untuk perorangan, perserikatan (syarikah) atau perusahaan, akuntansi
wakaf, hak-hak pelarangan penggunaan harta (hijr), dan anggaran negara.
Rasulullah SAW sendiri pada masa hidupnya juga telah mendidik secara khusus
beberapa sahabat untuk menangani profesi akuntan dengan sebutan “hafazhatul
amwal” (pengawas keuangan). Bahkan Al Quran sebagai kitab suci umat Islam
menganggap masalah ini sebagai suatu masalah serius dengan diturunkannya ayat
terpanjang , yakni surah Al-Baqarah ayat 282 yang menjelaskan fungsi-fungsi
pencatatan transaksi, dasar-dasarnya, dan manfaat-manfaatnya, seperti yang
diterangkan oleh kaidah-kaidah hukum yang harus dipedomani dalam hal tersebut.
Sebagaimana pada awal ayat tersebut menyatakan
“Hai, orang-orang yang beriman
apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya
sebagaimana Allah telah mengajarkannya………”
Dengan demikian, dapat kita saksikan
dari sejarah, bahwa ternyata Islam lebih dahulu mengenal system akuntansi,
karena Al Quran telah diturunkan pada tahun 610 M, yakni 800 tahun lebih dahulu
dari Luca Pacioli yang menerbitkan bukunya pada tahun 1494.
Dari sisi ilmu pengetahuan,
Akuntansi adalah ilmu informasi yang mencoba mengkonversi bukti dan data
menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai transaksi dan
akibatnya yang dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos keuangan seperti
aktiva, utang, modal, hasil, biaya, dan laba. Dalam Al Quran disampaikan bahwa
kita harus mengukur secara adil, jangan dilebihkan dan jangan dikurangi. Kita
dilarang untuk menuntut keadilan ukuran dan timbangan bagi kita, sedangkan bagi
orang lain kita menguranginya. Dalam hal ini, Al Quran menyatakan dalam
berbagai ayat, antara lain dalam surah Asy-Syu’ara ayat 181-184 yang berbunyi:”Sempurnakanlah
takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan dan timbanglah
dengan timbangan yang lurus.
“Dan janganlah kamu merugikan
manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan
membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan
umat-umat yang dahulu.”
Kebenaran dan keadilan dalam mengukur
(menakar) tersebut, menurut Umar Chapra juga menyangkut pengukuran kekayaan,
utang, modal pendapatan, biaya, dan laba perusahaan, sehingga seorang Akuntan
wajib mengukur kekayaan secara benar dan adil. Seorang Akuntan akan menyajikan
sebuah laporan keuangan yang disusun dari bukti-bukti yang ada dalam sebuah
organisasi yang dijalankan oleh sebuah manajemen yang diangkat atau ditunjuk
sebelumnya. Manajemen bisa melakukan apa saja dalam menyajikan laporan sesuai
dengan motivasi dan kepentingannya, sehingga secara logis dikhawatirkan dia
akan membonceng kepentingannya. Untuk itu diperlukan Akuntan Independen yang
melakukan pemeriksaaan atas laporan beserta bukti-buktinya. Metode, teknik, dan
strategi pemeriksaan ini dipelajari dan dijelaskan dalam Ilmu Auditing.
Dalam Islam, fungsi Auditing ini
disebut “tabayyun” sebagaimana yang dijelaskan dalam Surah Al-Hujuraat
ayat 6 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu
orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu
tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya
yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
Kemudian, sesuai dengan perintah
Allah dalam Al Quran, kita harus menyempurnakan pengukuran di atas dalam bentuk
pos-pos yang disajikan dalam Neraca, sebagaimana digambarkan dalam Surah
Al-Israa’ ayat 35 yang berbunyi: “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu
menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Dari paparan di atas, dapat kita
tarik kesimpulan, bahwa kaidah Akuntansi dalam konsep Syariah Islam dapat
didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan permanen, yang
disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan dipergunakan sebagai aturan oleh
seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan, analisis, pengukuran,
pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu
kejadian atau peristiwa.
Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah
bersumber dari Al Quran, Sunah Nabwiyyah, Ijma (kespakatan para ulama), Qiyas
(persamaan suatu peristiwa tertentu, dan ‘Uruf (adat kebiasaan) yang tidak
bertentangan dengan Syariah Islam. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah, memiliki
karakteristik khusus yang membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional.
Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat islami,
dan termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat
pada tempat penerapan Akuntansi tersebut.
Persamaan kaidah Akuntansi Syariah
dengan Akuntansi Konvensional terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
- Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi;
- Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan keuangan;
- Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal;
- Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang;
- Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income dengan cost (biaya);
- Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan;
- Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan.
B. Akuntansi
dalam pandangan Islam
Akuntansi (accounting) sendiri
dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah al-muhasabah. Dalam
konsep Islam, akuntansi termasuk dalam masalah muamalah, yang
berarti dalam masalah muamalah pegembangannya diserahkan kepada
kemampuan akal pikiran manusia.
Dalam Al-Qur’an telah menjelaskan
mengenai konsep dasar akuntansi, jauh sebelum Lucas Pacioli yang dikenal
sebagai Bapak Akuntansi memperkenalkan konsep akuntansi double-entry
bookkeeping dalam salah satu buku yang ditulisnya pada tahun 1949. Hal ini
dapat kita lihat dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 282, yang secara garis
besar telah menggariskan konsep akuntansi yang menekankan pada
pertanggungjawaban atau akuntabilitas. Tujuan perintah dalam ayat tersebut
jelas sekali untuk menjaga keadilan dan kebenaran yang menekankan adanya
pertanggung jawaban.
Dengan kata lain, Islam menganggap
bahwa transaksi ekonomi (muamalah) memiliki nilai urgensi yang sangat
tinggi, sehingga adanya pencatatan dapat dijadikan sebagai alat bukti (hitam di
atas putih), menggunakan saksi (untuk transaksi yang material) sangat
diperlukan karena dikhawatirkan pihak-pihak tertentu mengingkari perjanjian
yang telah dibuat. Untuk itulah pembukuan yang disertai penjelasan dan
persaksian terhadap semua aktivitas ekonomi keuangan harus berdasarkan
surat-surat bukti berupa: faktur, nota, bon kuitansi atau akta notaris untuk
menghindari perselisihan antara kedua belah pihak. Dan tentu saja adanya sistem
pelaporan yang komprehensif akan memantapkan manajemen karena semua transaksi
dapat dikelola dengan baik sehingga terhindar dari kebocoran-kebocoran.
Menariknya lagi, penempatan ayat tersebut sangat relevan dengan sifat
akuntansi, karena ditempatkan pada surat Al-Baqarah yang berarti sapi betina
yang sebenarnya merupakan lambang komoditas ekonomi.
C. Konsepsi
Pelaporan Keuangan
Akuntansi konvensional yang dikenal
saat ini diilhami dan berkembang berdasarkan tata nilai yang ada dalam
masyarakat barat, maka kerangka konseptual yang dipakai sebagai dasar pembuatan
dan pengembangan standar akuntansi berpihak kepada kelompok kepentingan
tertentu.
Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari suatu proses akuntansi. Agar informasi keuangan yang disajikan bermanfaat bagi para pemakai, maka proses penyajiannya harus berdasarkan pada standar akuntansi yang berlaku. Dalam merumuskan standar akutansi, diperlukan acuan teoritikal yang dapat diterima umum, sehingga standar akuntansi yang diterapkan dapat digunakan untuk mengevaluasi praktik akuntansi yang berlangsung. Acuan teoritikal ini disebut kerangka konseptual penyusunan laporan keuangan.
Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari suatu proses akuntansi. Agar informasi keuangan yang disajikan bermanfaat bagi para pemakai, maka proses penyajiannya harus berdasarkan pada standar akuntansi yang berlaku. Dalam merumuskan standar akutansi, diperlukan acuan teoritikal yang dapat diterima umum, sehingga standar akuntansi yang diterapkan dapat digunakan untuk mengevaluasi praktik akuntansi yang berlangsung. Acuan teoritikal ini disebut kerangka konseptual penyusunan laporan keuangan.
Fenomena kegagalan akuntansi
konvensional dalam memenuhi tuntutan masyarakat akan informasi keuangan yang
benar, jujur dan adil, meningkatkan kesadaran di kalangan intelektual muslim
akan perlunya pengetahuan akuntansi yang islami. Perumusan kembali kerangka
konseptual pelaporan keuangan dengan mendasarkan pada prinsip kebenaran,
kejujuran dan keadilan menjadi sangat mendesak untuk dilakukan. Mengingat
akuntansi syariah sesuai dengan fitrah (kecenderungan) manusia yang menghendaki
terwujudnya kehidupan bermasyarakat yang menjunjung tinggi etika dan tanggung
jawab sosial.
Islam yang disampaikan Rasulullah
saw melingkupi seluruh alam yang tentunya mencakup seluruh umat manusia. Di
sinilah perbedaan antara paham akuntansi konvensional dengan akuntansi syariah.
Paham akuntansi konvensional hanya mementingkan kaum pemilik modal (kapitalis),
sedangkan akuntansi syariah bukan hanya mementingkan manusia saja, tetapi juga
seluruh makhluk di alam semesta ini.
Adapun prinsip akuntansi syariah
yang diperkenalkan oleh Islam secara garis besarnya adalah sebagai berikut:
- Transaksi yang menggunakan prinsip bagi hasil seperti mudharabah dan musyarakah.
- Transaksi yang menggunakan prinsip jual beli seperti murabahah, salam dan istishna.
- Transaksi yang menggunakan prinsip sewa, seperti ijarah.
- Transaksi yang menggunakan prinsip titipan, seperti wadiah.
- Transaksi yang menggunakan prinsip penjaminan, seperti rahn.
Karakteristik perbedaan antara
prinsip akuntansi syariah dengan akuntansi konvensional adalah akuntansi
syariah tidak mengenal riba dalam prakteknya, tidak mengenal konsep time-value
of money, uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditi yang diperdagangkan
serta menggunakan konsep bagi hasil. Hal ini sejalan dengan konsep
Islam seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an (2:275-281), dimana Allah
telah menjelaskan tentang hukum riba dan akibatnya bagi orang yang memakan
riba, dan agar terhindar dari riba dianjurkan menunaikan zakat. Selain
itu dalam ayat lain (QS, 2:283) dalam bermuamalah
dapat dilakukan dalam perjalanan, dan hal ini menuntut adanya pembuktian agar
suatu waktu hendak menagih memiliki bukti yang cukup atau adanya barang yang
dibawa senilai barang dagangan yang ditinggalkan.
Pesan ini ini mengisyaratkan bahwa
Allah senantiasa menganjurkan untuk bertaqwa (takut kepada Allah) dalam
menjalankan kegiatan apapun termasuk dalam menjalankan pekerjaan akuntansi, dan
membuktikan bahwa Allah senantiasa memberi petunjuk dalam hal-hal yang
bermanfaat bagi manusia. Terbukti pada saat Al-Quran diturunkan, kegiatan
muamalah belum sekomplek sekarang. Namun demikian Allah telah mengajarkan
untuk melakukan pencatatan (akuntansi/al-muhasabah), menganjurkan adanya bukti
dan kesaksian hingga lahirlah seperti sekarang ini adanya notaris, pengacara,
akuntan dan sebagainya supaya terhindar dari masalah.
D. Prinsip –
prinsip Akuntansi
Prinsip akuntansi syari’ah adalah
aturan keputusan umum yang diturunkan dari tujuan laporan keuangan dan konsep
dasar akuntansi syariah yang mengatur pengembangan teknik akuntansi syariah. di
bawah ini adalah prinsip-prinsip akuntansi syariah berikut penjelasannya.
1.
Prinsip pengungkapan penuh (full disclosure principle)
Prinsip ini mengharuskan laporan
keuangan akuntansi untuk mengungkapkan hal-hal yang penting agar laporan
tersebut tidak menyesatkan. Hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan pemenuhan hak
dan kewajiban kepada ALLAH, masyarakat dan individu yang berkepentingan dengan
perusahaan. Dengan demikian akuntansi syariah dilandasi oleh nilai kejujuran
dan kebenaran sebagaimana telah diperintahkan ALLAH SWT . “..hendaklah
seorang penulis diantara kamu menuliskan dengan benar dan janganlah penulis
enggan menuliskannya sebagaimana ALLAH telah mengajarkannya maka hendaklah ia
menulis .
2.
Prinsip konsistensi (consistency principle)
Prosedur akuntansi yang digunakan
oleh suatu entitas harus sesuai untuk pengukuran posisi dan kegiatannya dan
harus dianut secara konsisten dari waktu ke waktu, sesuai dengan prinsip yang
dijabarkan oleh syari’ah. Penekanan pada konsisten terhadap prinsip yang sesuai
dengan syari’ah berarti tak ada konsisten terhadap prinsip yang tidak
sesuai dengan syari’ah
.
.
3.
Prinsip dasar akrual (accrual basis principle)
Akrual (accrual) diartikan
sebagai proses proses pengakuan non kas dan keadaannya pada saat terjadinya.
Akrual mengakibatkan pengakuan pendapatan berarti peningkatan kewajiban sebesar
jumlah tertentu yang diterima atau dibayar (biasanya berbentuk cash) di masa
depan. Penentuan hasil usaha periodic dan posisi keuangan perusahaan
dipengaruhi oleh metode pengakuan dan pengukuran atas sumber-sumber ekonomi dan
kewajiban perusahaan, serta seluruh perubahannya pada saat transaksi itu terjadi
(accrual basis), bukan pada saat realisasi penerimaan atau pengeluaran
uang (cash basis). Dasar akrual ini berhubungan erat dengan postulat
periode akuntansi. Dengan kata lain, pengaplikasian dasar akrual merupakan
konsekuensi dari ponsulat periode akuntansi.
4.
Prinsip nilai tukar yang sedang berlaku (exchange value general level
price)
Penilaian dan pengukuran harta,
utang, modal laba, serta elemen-elemen lain laporan keuangan akuntansi
syari;ah, menggunakan nilai tukar yang sedang berlaku. Imam Malik, mengenai hal
ini, berpendapat bahwa dalam syarikah mudarabah, jika pemilik harta
ingin melakukan perhitungan harta sebelum semua barang terjual, yang dinilai
adalah barang-barang yang masih trsisa berdasarkan harga jual waktu itu dan
penghitungan dilakukan dengan cara seperti ini. Namun pada barang yang masih
mempunyai pasar, barang-barang ini dinilai berdasarkan nilai jual yang mungkin.
5.
Prinsip penandingan (matching)
Prinsip penandingan menyatakan bahwa
beban (expense) harus diakui pada periode yang sama dengan pendapatan
(revenue). Hubungan baik dapat dicapai ketika hubungan tersebut menggambarkan
hubungan sebab-akibat antara pendapatan dan biaya.
Beberapa prinsip akuntansi
konvensional tidak sesuai dengan akuntansi syari’ah, diantaranya: prinsip
konservatisme, prinsip biaya historis, prinsip objektivitas, dan prinsip
materialitas. Berikut ini penjelaasan penolakan syari’ah terhadap masing-masing
prinsip:
1. Prinsip konservatisme (conservatism
principle).
Prinsip ini merupakan prinsip pengecualian
atau modifikasi, artinya bahwa prinsiptersbut bertindak sebagai batasan untuk
penyajin data akuntansi yang relevan dan dapat dipercaya. Prinsip ini
menyatakan bahwa ketika memilih diantara dua atau lebih teknik akuntansi yang
dapat diterima, maka preferensinya adalah memeilih yang paling kecil dampaknya
terhdap ekuisitas pemegang saham. Prinsip ini dalam akuntansi konvensional
berkaitan ketidakpastian, umumnya digunakan untuk mengartikan bahwa akuntan
harus melaporkan yang terendah dari beberapa nilai yang mungkin untuk aktiva
dan pendapatan; dan yang tertinggi dari beberapa nilai ysng mungkin untuk
kewajiban dan beban. Ini berarti bahwa beban harus diakui segera dan pendapatan
harus diakui nanti, bukan segera. Oleh karena itu, aktiva bersih lebih
cenderung diakui di bawah harga pertukaran kini daripada di atasnya; dan
perhitungan laba mungkin menghasilkan yang terendah dari beberapa jumlah
alternative.
2. Prinsip biaya historis
(historical cost principle)
Menyatakan bahwa asset, kewajiban,
beban, keuntungan, kerugian, dinilai sebesar nilai perolehan. Metode pengukuran
beban dan kerugian konvensional adalah dalam pengertian biaya historis bagi
perusahaan. Prinsip ini tidak mungkin dipakai untuk menentukan besarnya zakat
karena penentuan zakat menggunakan nilai sekarang,
3. Prinsip obyektivitas
(objectivity principle).
Kegunaan informasi keuangan
tergantung pada tingkat reabilitas prosedur pengukuran yang digunakan. Karena
menjamin reabilitas maksimum sangat sulit, akuntansi konvensional telah menggunakan
prinsip obyektivitas untuk menjustifikasi pemilihan prosedur pengukuran yang
digunakan. Prinsip obyektivitas, bagaimanapun, telah menjadi obyek interpretasi
yang berbeda.
- Pengukuran obyektivitas merupakan pengukuran yang tidak bersifat personal dalam pengertian bebas dari bias personal pengukurnay. Dengan kata lain, obyektivitas merujuk pada realitas yang independen dari orang yang menerimanya.
- Pengukuran obyektivitas merupakan pengukuran variable dalam pengertian bahwa pengukuran didasarkan pada bukti.
Pengukuran obyektivitas merupakan
hasil “consensus diantara kelompok pengamat atau pengukur tertentu. Pandangan
ini juga memandang bahwa obyektivitas tergantung pada kelompok tertentu.
Dalam akuntansi konvensional,
prinsip obyektifitas dilaksanakan untuk memenuhi karakteristik reliable dan
netralitas, dimana karakteristik ini diadakan untuk tujuan sekunder (current
objective) informasi akuntansi, yakni membantu dalam pembuatan keputusan
ekonomi. Namun demikian, prinsip obyektivitas yang mempunyai interpretasi
diatas, tidak sejalan dengan tujuan utama (the prime objective) laporan
keuangan akuntansi syari’ah yaitu zakat. Zakat merupakan aturan yang pasti
ketentuannya, besarnya telah ditetapkan dalam syari’ah.
4.Prinsip materialitas
(materiality principle).
Materialitas merupakan prinsip
pengecualian atau modifikasi. Prinsip ini menyatakan bahwa transaksi dan
peristiwa yang tidak memiliki dampak ekonomi yang signifikan dapat diatasi
dengan cara yang paling tepat, apakah transaksi dan peristiwa tersebut sesuai
dengan prinsip yang diterima umum atau tidak, dan tidak perlu diungkapkan.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Jadi dari pembahasan di atas dapat
disimpulkan bahwa akuntansi dalam pandangan Islam adalah suatu kaidah Akuntansi
dalam konsep Syariah Islam yaitu dasar-dasar hukum yang baku dan permanen, yang
disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan dipergunakan sebagai aturan
oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan, analisis,
pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan
suatu kejadian atau peristiwa.
B. SARAN
Demikian paper yang berjudul
“Akuntansi dalam pandangan Islam” ini saya buat. Saya menyadari masih banyak
kekurangan dari paper ini. Oleh karena itu, saya membuka diri untuk menerima kritik,
saran dan masukan. Dan saya berharap semoga paper ini dapat bermanfaat bagi
siapapun yang sudah bersedia meluangkan waktu untuk membaca paper ini. Akhir
kata saya ucapkan terima kasih.