Rabu, 17 April 2013

AKUTANSI



AKUNTANSI DALAM PANDANGAN ISLAM

OLEH
 DEI YUDHI PRATAMA
26123187
AKUTANSI SYARIAH
IAIN SUMATRA UTARA
MEDAN
Tahun Ajaran 2012/2013
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb.
Puja dan puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas kehendak-Nya saya dapat menyelesaikan paper Agama Islam ini dengan tepat waktu. Merupakan suatu kebanggaan dan kebahagiaan bagi saya karena dapat menyelesaikan paper ini dengan berbagai ragam masalah dan rintangan yang ada. Berbekal semangat dan kemudahan yang saya dapatkan khususnya dalam menemukan dan mengumpulkan bahan dari berbagai macam sumber, maka akhirnya paper ini dapat saya tuntaskan.
Pada kesempatan ini saya tidak lupa mengucapka terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan, baik moril maupun materil.
Saya sangat menyadari bahwa masih banyak hal yang dapat disempurnakan dari apa yang tersaji dalam paper ini. Oleh karena nya, saya membuka diri untuk menerima kritik, saran dan masukan. Akhirnya saya berharap semoga paper ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua, terutama dalam memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan.
Terima Kasih
Wassalamualaikum wr. wb.
Medan, Oktober 2012
Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………… i
DAFTAR ISI…………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang …………………………………………… 1
  2. Rumusan Masalah ………………..………………………. 2
  3. Tujuan Penulisan …………….…………………………… 2
  4. Manfaat ………………..………………………………….. 3
  5. Teknik Analisis ……..…………………………………….. 3
BAB II PEMBAHASAN
  1. Sejarah Akuntansi dalam Islam ….….……………………. 4
  2. Akuntansi dalam Pandangan Islam .....……………………. 8
  3. Konsepsi Pelaporan Keuangan …….…..………………….. 9
  4. Prinsip-prinsip Akuntansi ...………………………………. 12
BAB III PENUTUP
  1. Kesimpul……………………….………………………….. 18
  2. Saran  …………………………..………………………….. 18
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Akuntansi ialah suatu seni pencatatan, pengelompokkan dan pengikhtisaran menurut cara-cara tertentu dan dinyatakan dalam satuan uang atas segala transaksi dan kejadian dan kemudian dilakukan penafsiran terhadap hasil ikhtisar tersebut. Sehingga dapat berguna bagi orang yang membutuhkannya dalam penilaian dan pengambilan keputusan.
Akuntansi dalam Islam dapat kita lihat dari berbagai bukti sejarah maupun dari Al-Qur’an. Dalam Surat Al-Baqarah ayat 282 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar.  Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan apa yang ditulis itu, dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada utangnya.  Jika yang berhutang itu orang yang lemah akal atau lemah keadaannya atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya  mengimlakan dengan jujur dan seterusnya. Jadi dalam surat ini dibahas masalah muamalah. Termasuk di dalamnya kegiatan jual-beli, utang-piutang dan sewa-menyewa. Dari situ dapat kita simpulkan bahwa dalam Islam telah ada perintah untuk melakukan sistem pencatatan yang tekanan utamanya adalah untuk tujuan kebenaran, kepastian, keterbukaan, dan keadilan antara kedua pihak yang memiliki hubungan muamalah. Yang dalam bahasa akuntansi lebih dikenal dengan istilah accountability.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam akuntansi berdasarkan perspektif Islam adalah dalam rangka menyajikan laporan keuangan secara benar dan sesuai dengan syariat Islam, sehingga diperoleh informasi yang akurat dan dapat digunakan sebagai dasar perhitungan zakat.   Selain itu akuntansi merupakan suatu bukti tertulis yang dapat dipertanggug jawabkan dikemudian hari.
B.       Rumusan Masalah
  1.  
    1. Mengetahui bagaimana pandangan Islam terhadap akuntansi?
    2. Mengetahui prinsip akuntansi syariah
    3. Mengetahui akuntansi dalam perspektif Islam
    4. Nilai-nilai kebenaran membentuk akuntansi syariah

C.      Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan paper ini adalah untuk menemukan jawaban terhadap permasalahan yang ada, dan untuk mengetahui bagaimana pandangan Islam terhadap akuntansi.
D.      Manfaat
1. Meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang pengaruh Islam terhadap akuntansi
2. Sebagai bahan bacaan dan acuan bagi diri sendiri serta teman-teman mahasiswa di semua jurusan.
E.       Teknik Analisis
Teknik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif yaitu suatu teknik analisis yang memberikan keterangan berupa uraian dalam menganalisa data serta membandingkannya dengan referensi yang ditemukan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sejarah Akuntansi dalam Islam
Dalam “Sejarah Islam” ditemukan bahwa setelah munculnya Islam di Semenanjung Arab di bawah pimpinan Rasulullah SAW dan terbentuknya Daulah Islamiah di Madinah yang kemudian di lanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin terdapat undang-undang akuntansi yang diterapkan untuk perorangan, perserikatan (syarikah) atau perusahaan, akuntansi wakaf, hak-hak pelarangan penggunaan harta (hijr), dan anggaran negara. Rasulullah SAW sendiri pada masa hidupnya juga telah mendidik secara khusus beberapa sahabat untuk menangani profesi akuntan dengan sebutan “hafazhatul amwal” (pengawas keuangan). Bahkan Al Quran sebagai kitab suci umat Islam menganggap masalah ini sebagai suatu masalah serius dengan diturunkannya ayat terpanjang , yakni surah Al-Baqarah ayat 282 yang menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan transaksi, dasar-dasarnya, dan manfaat-manfaatnya, seperti yang diterangkan oleh kaidah-kaidah hukum yang harus dipedomani dalam hal tersebut. Sebagaimana pada awal ayat tersebut menyatakan
“Hai, orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya………”
Dengan demikian, dapat kita saksikan dari sejarah, bahwa ternyata Islam lebih dahulu mengenal system akuntansi, karena Al Quran telah diturunkan pada tahun 610 M, yakni 800 tahun lebih dahulu dari Luca Pacioli yang menerbitkan bukunya pada tahun 1494.
Dari sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu informasi yang mencoba mengkonversi bukti dan data menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai transaksi dan akibatnya yang dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil, biaya, dan laba. Dalam Al Quran disampaikan bahwa kita harus mengukur secara adil, jangan dilebihkan dan jangan dikurangi. Kita dilarang untuk menuntut keadilan ukuran dan timbangan bagi kita, sedangkan bagi orang lain kita menguranginya. Dalam hal ini, Al Quran menyatakan dalam berbagai ayat, antara lain dalam surah Asy-Syu’ara ayat 181-184 yang berbunyi:”Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus.
“Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu.”
Kebenaran dan keadilan dalam mengukur (menakar) tersebut, menurut Umar Chapra juga menyangkut pengukuran kekayaan, utang, modal pendapatan, biaya, dan laba perusahaan, sehingga seorang Akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar dan adil. Seorang Akuntan akan menyajikan sebuah laporan keuangan yang disusun dari bukti-bukti yang ada dalam sebuah organisasi yang dijalankan oleh sebuah manajemen yang diangkat atau ditunjuk sebelumnya. Manajemen bisa melakukan apa saja dalam menyajikan laporan sesuai dengan motivasi dan kepentingannya, sehingga secara logis dikhawatirkan dia akan membonceng kepentingannya. Untuk itu diperlukan Akuntan Independen yang melakukan pemeriksaaan atas laporan beserta bukti-buktinya. Metode, teknik, dan strategi pemeriksaan ini dipelajari dan dijelaskan dalam Ilmu Auditing.
Dalam Islam, fungsi Auditing ini disebut “tabayyun” sebagaimana yang dijelaskan dalam Surah Al-Hujuraat ayat 6 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
Kemudian, sesuai dengan perintah Allah dalam Al Quran, kita harus menyempurnakan pengukuran di atas dalam bentuk pos-pos yang disajikan dalam Neraca, sebagaimana digambarkan dalam Surah Al-Israa’ ayat 35 yang berbunyi: “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Dari paparan di atas, dapat kita tarik kesimpulan, bahwa kaidah Akuntansi dalam konsep Syariah Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan dipergunakan sebagai aturan oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan, analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa.
Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah Nabwiyyah, Ijma (kespakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu, dan ‘Uruf (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah, memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi tersebut.
Persamaan kaidah Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
  1. Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi;
  2. Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan keuangan;
  3. Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal;
  4. Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang;
  5. Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income dengan cost (biaya);
  6. Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan;
  7. Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan.

B.     Akuntansi dalam pandangan Islam
Akuntansi (accounting) sendiri dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah al-muhasabah.  Dalam konsep Islam, akuntansi  termasuk dalam masalah muamalah, yang berarti dalam masalah muamalah pegembangannya diserahkan kepada kemampuan akal pikiran manusia.
Dalam Al-Qur’an telah menjelaskan mengenai konsep dasar akuntansi, jauh sebelum Lucas Pacioli yang dikenal sebagai Bapak Akuntansi memperkenalkan konsep akuntansi double-entry bookkeeping dalam salah satu buku yang ditulisnya pada tahun 1949. Hal ini dapat kita lihat dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 282, yang secara garis besar telah menggariskan konsep akuntansi yang menekankan pada pertanggungjawaban atau akuntabilitas. Tujuan perintah dalam ayat tersebut jelas sekali untuk menjaga keadilan dan kebenaran yang menekankan adanya pertanggung jawaban.
Dengan kata lain, Islam menganggap bahwa transaksi ekonomi (muamalah) memiliki nilai urgensi yang sangat tinggi, sehingga adanya pencatatan dapat dijadikan sebagai alat bukti (hitam di atas putih), menggunakan saksi (untuk transaksi yang material) sangat diperlukan karena dikhawatirkan pihak-pihak tertentu mengingkari perjanjian yang telah dibuat.  Untuk itulah pembukuan yang disertai penjelasan dan persaksian terhadap semua aktivitas ekonomi keuangan harus berdasarkan surat-surat bukti berupa: faktur, nota, bon kuitansi atau akta notaris untuk menghindari perselisihan antara kedua belah pihak. Dan tentu saja adanya sistem pelaporan yang komprehensif akan memantapkan manajemen karena semua transaksi dapat dikelola dengan baik sehingga terhindar dari kebocoran-kebocoran. Menariknya lagi, penempatan ayat tersebut sangat relevan dengan sifat akuntansi, karena ditempatkan pada surat Al-Baqarah yang berarti sapi betina yang sebenarnya merupakan lambang komoditas ekonomi.
C.    Konsepsi Pelaporan Keuangan 
Akuntansi konvensional yang dikenal saat ini diilhami dan berkembang berdasarkan tata nilai yang ada dalam masyarakat barat, maka kerangka konseptual yang dipakai sebagai dasar pembuatan dan pengembangan standar akuntansi berpihak kepada kelompok kepentingan tertentu.
Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari suatu proses akuntansi. Agar informasi keuangan yang disajikan bermanfaat bagi para pemakai, maka proses penyajiannya harus berdasarkan pada standar akuntansi yang berlaku. Dalam merumuskan standar akutansi, diperlukan acuan teoritikal yang dapat diterima umum, sehingga standar akuntansi yang diterapkan dapat digunakan untuk mengevaluasi praktik akuntansi yang berlangsung. Acuan teoritikal ini disebut kerangka konseptual penyusunan laporan keuangan.
Fenomena kegagalan akuntansi konvensional dalam memenuhi tuntutan masyarakat akan informasi keuangan yang benar, jujur dan adil, meningkatkan kesadaran di kalangan intelektual muslim akan perlunya pengetahuan akuntansi yang islami. Perumusan kembali kerangka konseptual pelaporan keuangan dengan mendasarkan pada prinsip kebenaran, kejujuran dan keadilan menjadi sangat mendesak untuk dilakukan. Mengingat akuntansi syariah sesuai dengan fitrah (kecenderungan) manusia yang menghendaki terwujudnya kehidupan bermasyarakat yang menjunjung tinggi etika dan tanggung jawab sosial.
Islam yang disampaikan Rasulullah saw melingkupi seluruh alam yang tentunya mencakup seluruh umat manusia. Di sinilah perbedaan antara paham akuntansi konvensional dengan akuntansi syariah. Paham akuntansi konvensional hanya mementingkan kaum pemilik modal (kapitalis), sedangkan akuntansi syariah bukan hanya mementingkan manusia saja, tetapi juga seluruh makhluk di alam semesta ini.
Adapun prinsip akuntansi syariah yang diperkenalkan oleh Islam secara garis besarnya adalah sebagai berikut:
  1. Transaksi yang menggunakan prinsip bagi hasil seperti mudharabah dan musyarakah.
  2. Transaksi yang menggunakan prinsip jual beli seperti murabahah, salam dan istishna.
  3. Transaksi yang menggunakan prinsip sewa, seperti ijarah.
  4. Transaksi yang menggunakan prinsip titipan, seperti wadiah.
  5. Transaksi yang menggunakan prinsip penjaminan, seperti rahn.
Karakteristik perbedaan antara prinsip akuntansi syariah dengan akuntansi konvensional adalah akuntansi syariah tidak mengenal riba dalam prakteknya, tidak mengenal konsep time-value of money, uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditi yang diperdagangkan serta menggunakan konsep bagi hasil.   Hal ini sejalan dengan konsep Islam  seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an (2:275-281), dimana Allah telah menjelaskan tentang hukum riba dan akibatnya bagi orang yang memakan riba, dan agar terhindar dari riba dianjurkan menunaikan zakat.  Selain itu dalam ayat  lain     (QS, 2:283) dalam bermuamalah dapat dilakukan dalam perjalanan, dan hal ini menuntut adanya pembuktian agar suatu waktu hendak menagih memiliki bukti yang cukup atau adanya barang yang dibawa senilai barang dagangan yang ditinggalkan.
Pesan ini ini mengisyaratkan bahwa Allah senantiasa menganjurkan untuk bertaqwa (takut kepada Allah) dalam menjalankan kegiatan apapun termasuk dalam menjalankan pekerjaan akuntansi, dan membuktikan bahwa Allah senantiasa memberi petunjuk dalam hal-hal yang bermanfaat bagi manusia.  Terbukti pada saat Al-Quran diturunkan, kegiatan muamalah belum sekomplek sekarang.  Namun demikian Allah telah mengajarkan untuk melakukan pencatatan (akuntansi/al-muhasabah), menganjurkan adanya bukti dan kesaksian hingga lahirlah seperti sekarang ini adanya notaris, pengacara, akuntan dan sebagainya supaya terhindar dari masalah.
D.    Prinsip – prinsip Akuntansi
Prinsip akuntansi syari’ah adalah aturan keputusan umum yang diturunkan dari tujuan laporan keuangan dan konsep dasar akuntansi syariah yang mengatur pengembangan teknik akuntansi syariah. di bawah ini adalah prinsip-prinsip akuntansi  syariah berikut penjelasannya.
1.      Prinsip pengungkapan penuh (full disclosure principle)
Prinsip ini mengharuskan laporan keuangan akuntansi untuk mengungkapkan hal-hal yang penting agar laporan tersebut tidak menyesatkan. Hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan pemenuhan hak dan kewajiban kepada ALLAH, masyarakat dan individu yang berkepentingan dengan perusahaan. Dengan demikian akuntansi syariah dilandasi oleh nilai kejujuran dan kebenaran sebagaimana telah diperintahkan ALLAH SWT . “..hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskan dengan benar dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana ALLAH telah mengajarkannya maka hendaklah ia menulis .
2.      Prinsip konsistensi (consistency principle)
Prosedur akuntansi yang digunakan oleh suatu entitas harus sesuai untuk pengukuran posisi dan kegiatannya dan harus dianut secara konsisten dari waktu ke waktu, sesuai dengan prinsip yang dijabarkan oleh syari’ah. Penekanan pada konsisten terhadap prinsip yang sesuai dengan syari’ah berarti tak ada konsisten terhadap prinsip yang tidak  sesuai dengan syari’ah
.
3.      Prinsip dasar akrual (accrual basis principle)
Akrual (accrual) diartikan sebagai proses proses pengakuan non kas dan keadaannya pada saat terjadinya. Akrual mengakibatkan pengakuan pendapatan berarti peningkatan kewajiban sebesar jumlah tertentu yang diterima atau dibayar (biasanya berbentuk cash) di masa depan. Penentuan hasil usaha periodic dan posisi keuangan perusahaan dipengaruhi oleh metode pengakuan dan pengukuran atas sumber-sumber ekonomi dan kewajiban perusahaan, serta seluruh perubahannya pada saat transaksi itu terjadi (accrual basis), bukan pada saat realisasi penerimaan atau pengeluaran uang (cash basis). Dasar akrual ini berhubungan erat dengan postulat periode akuntansi. Dengan kata lain, pengaplikasian dasar akrual merupakan konsekuensi dari ponsulat periode akuntansi.
4.       Prinsip nilai tukar yang sedang berlaku (exchange value general level price)
Penilaian dan pengukuran harta, utang, modal laba, serta elemen-elemen lain laporan keuangan akuntansi syari;ah, menggunakan nilai tukar yang sedang berlaku. Imam Malik, mengenai hal ini, berpendapat bahwa dalam syarikah mudarabah, jika pemilik harta ingin melakukan perhitungan harta sebelum semua barang terjual, yang dinilai adalah barang-barang yang masih trsisa berdasarkan harga jual waktu itu dan penghitungan dilakukan dengan cara seperti ini. Namun pada barang yang masih mempunyai pasar, barang-barang ini dinilai berdasarkan nilai jual yang mungkin.
5.      Prinsip penandingan (matching)
Prinsip penandingan menyatakan bahwa beban (expense) harus diakui pada periode yang sama dengan pendapatan (revenue). Hubungan baik dapat dicapai ketika hubungan tersebut menggambarkan hubungan sebab-akibat antara pendapatan dan biaya.
Beberapa prinsip akuntansi konvensional tidak sesuai dengan akuntansi syari’ah, diantaranya: prinsip konservatisme, prinsip biaya historis, prinsip objektivitas, dan prinsip materialitas. Berikut ini penjelaasan penolakan syari’ah terhadap masing-masing prinsip:
1. Prinsip konservatisme (conservatism principle).
Prinsip ini merupakan prinsip pengecualian atau modifikasi, artinya bahwa prinsiptersbut bertindak sebagai batasan untuk penyajin data akuntansi yang relevan dan dapat dipercaya. Prinsip ini menyatakan bahwa ketika memilih diantara dua atau lebih teknik akuntansi yang dapat diterima, maka preferensinya adalah memeilih yang paling kecil dampaknya terhdap ekuisitas pemegang saham. Prinsip ini dalam akuntansi konvensional berkaitan ketidakpastian, umumnya digunakan untuk mengartikan bahwa akuntan harus melaporkan yang terendah dari beberapa nilai yang mungkin untuk aktiva dan pendapatan; dan yang tertinggi dari beberapa nilai ysng mungkin untuk kewajiban dan beban. Ini berarti bahwa beban harus diakui segera dan pendapatan harus diakui nanti, bukan segera. Oleh karena itu, aktiva bersih lebih cenderung diakui di bawah harga pertukaran kini daripada di atasnya; dan perhitungan laba mungkin menghasilkan yang terendah dari beberapa jumlah alternative.
2. Prinsip biaya historis (historical cost principle)
Menyatakan bahwa asset, kewajiban, beban, keuntungan, kerugian, dinilai sebesar nilai perolehan. Metode pengukuran beban dan kerugian konvensional adalah dalam pengertian biaya historis bagi perusahaan. Prinsip ini tidak mungkin dipakai untuk menentukan besarnya zakat karena penentuan zakat menggunakan nilai sekarang,
3. Prinsip obyektivitas (objectivity principle).
Kegunaan informasi keuangan tergantung pada tingkat reabilitas prosedur pengukuran yang digunakan. Karena menjamin reabilitas maksimum sangat sulit, akuntansi konvensional telah menggunakan prinsip obyektivitas untuk menjustifikasi pemilihan prosedur pengukuran yang digunakan. Prinsip obyektivitas, bagaimanapun, telah menjadi obyek interpretasi yang berbeda.
  1. Pengukuran obyektivitas merupakan pengukuran yang tidak bersifat personal dalam pengertian bebas dari bias personal pengukurnay. Dengan kata lain, obyektivitas merujuk pada realitas yang independen dari orang yang menerimanya.
  2. Pengukuran obyektivitas merupakan pengukuran variable dalam pengertian bahwa pengukuran didasarkan pada bukti.
Pengukuran obyektivitas merupakan hasil “consensus diantara kelompok pengamat atau pengukur tertentu. Pandangan ini juga memandang bahwa obyektivitas tergantung pada kelompok tertentu.
Dalam akuntansi konvensional, prinsip obyektifitas dilaksanakan untuk memenuhi karakteristik reliable dan netralitas, dimana karakteristik ini diadakan untuk tujuan sekunder (current objective) informasi akuntansi, yakni membantu dalam pembuatan keputusan ekonomi. Namun demikian, prinsip obyektivitas yang mempunyai interpretasi diatas, tidak sejalan dengan tujuan utama (the prime objective) laporan keuangan akuntansi syari’ah yaitu zakat. Zakat merupakan aturan yang pasti ketentuannya, besarnya telah ditetapkan dalam syari’ah.
4.Prinsip materialitas (materiality principle).
Materialitas merupakan prinsip pengecualian atau modifikasi. Prinsip ini menyatakan bahwa transaksi dan peristiwa yang tidak memiliki dampak ekonomi yang signifikan dapat diatasi dengan cara yang paling tepat, apakah transaksi dan peristiwa tersebut sesuai dengan prinsip yang diterima umum atau tidak, dan tidak perlu diungkapkan.
BAB III
PENUTUP

A.     KESIMPULAN
Jadi dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa akuntansi dalam pandangan Islam adalah suatu kaidah Akuntansi dalam konsep Syariah Islam yaitu dasar-dasar hukum yang baku dan permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan dipergunakan sebagai aturan oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan, analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa.
B.     SARAN
Demikian paper yang berjudul “Akuntansi dalam pandangan Islam” ini saya buat. Saya menyadari masih banyak kekurangan dari paper ini. Oleh karena itu, saya membuka diri untuk menerima kritik, saran dan masukan. Dan saya berharap semoga paper ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang sudah bersedia meluangkan waktu untuk membaca paper ini. Akhir kata saya ucapkan terima kasih.